Malam ini Henry mengajakku untuk ikut menyaksikan Runaway Shownya, dia bahkan janji padaku untuk bisa melihat backstage, tapi masalahnya aku tidak tahu baju apa yang harus aku pakai, aku tidak ingin terlihat kampungan, aku sampai harus mengacak-acak lemariku untuk mencari baju yang tepat. Suara klakson mobil terdengar dari depan rumah.
"Siapa itu?" Tanya mama, dia tidak pernah melihat ada temanku yang datang ke rumah, apalagi datang dengan mobil mewah.
"Teman..." Jawabku. "Malam ini aku ada acara jadi sepertinya akan pulang malam..."
Aku beranjak keluar dan melihat Henry keluar dari mobilnya, dia hanya mengenakan kaos putih polos, celana jenas dan kacamata hitam, tapi dia kelihatan keren. Aku tidak menyangka kalau Marissa juga ikut bersamanya.
"Hai Marissa, aku tidak tahu kalau kamu ikut?"
"Designernya temanku, jadi aku membantu dia juga..." Jawab Marissa.
"Kamu tidak akan ada di catwalk?" Tanyaku heran.
"Enggak, ini kan Runaway untuk Menswear..." Jawab Henry.
"Jadi modelnya cowok semua..." Tambah Marissa setengah menyindir, aku tahu apa artinya menswear.
"So, are you ready?"
"Aku sedikit bingung harus pakai apa..." Jawabku polos.
"Come on Arian... kita bukan mau ke kondangan, just be casual..." Sindir Marissa lagi, Henry hanya tertawa-tawa.
"Oke, lima menit ya..." Akupun kembali ke rumah untuk bersiap.siap.
Kami memasuki ruangan besar dengan catwalk berbentuk persegi panajang di tengahnya menyala disorot oleh lampu dari bawah, sementara disekelilingnya ada kursi-kursi, beberapa kursi yang berada paling dekat ke catwalk sudah diberi nama. Beberapa model terlihat sedang mengobrol, Henry beranjak menghampiri mereka, aku yakin dia tidak teralu mengenal mereka semuanya, tapi dia berusaha untuk bersosialisasi dengan model-model itu, kebanyakan dari mereka sepertinya seumuran denganku.
Sementara Marissa menghampiri seorang laki-laki yang terlihat sibuk memperhatikan seluruh persiapan.
"Hey Iyan..." Sapa Marissa.
"Marissa sayang, untung kamu cepat datang..." Jawab laki-laki itu terdengar sedikit kemayu. "Bisa bantu aku mempersiapkan para model rehearsal..."
"Tentu saja..." Jawab Marissa sambil menerima beberapa kertas dari laki-laki itu.
"Siapa itu?" Tanyaku penasaran.
"Thomas Rahardian, dia designer-nya..." Jawab Marissa.
Marissapun mendekati para model dan sepertinya mengabsennya satu persatu, dan membuat mereka berbaris secara berurutan. Merekapun satu persatu diminta untuk berjalan diatas catwalk, Iyan, sang designernya sesekali berteriak ketika melihat ada model yang berjalan tidak sesuai keinginannya, tapi sesekali dia juga memuji Henry yang sepertinya adalah favoritnya.
"Marissa..." Panggil Iyan sambil mengerutkan dahi dan mencubit dagunya. "Apa aku yang salah hitung, ko cuma ada 12 model..."
"Ya, satu orang lagi, Ricky dia tidak bisa datang..." Jawab Marissa.
"Bagaimana bisa, aku merancang koleksiku untuk 13 model bukan 12..." Iyan terlihat panik. "Acaranya akan dimulai 3 jam lagi Marisssa..."
Marissapun terlihat bingung, sampai tiba-tiba dia menarik tanganku. "Bagaimana dengan dia...?"
"Siapa dia?" Tanya Iyan menyipitkan matanya, aku tiba-tiba jadi gugup dan memandang Marissa bingung. "Dia bukan model..." Ucapnya sinis.
"Aku tahu Iyan, tapi kita tidak punya waktu lagi untuk mencari model, dan lagian kamu lihat wajahnya, dia berpotensi untuk jadi model..." Jawab Marissa, aku masih menganga bingung tak bisa berkata apa-apa.
Iyan memandangku dari mulai ujung kaki hingga ke ujung rambut. "Entahlah Marissa, aku tidak bisa memakai seorang amatir..." Tolak Iyan.
"Dolce & Gabbana pernah menggunakan penduduk lokal untuk fashion shownya..."Marissa berusaha meyakinkan.
Iyan terlihat berpikir sebentar. "Kita lihat apa dia bisa jalan...?"
"Marissa, aku tidak bisa jalan di catwalk..." Bisikku.
"Jalan aja kayak biasa Arian..." Geramnya sambil mendorongku naik ke atas catwalk.
Aku sekarang berada di atas catwalk dengan lampu sorot menyala dari bawah membuat aku tak bisa melihat apapun selain jalan yang panjang dan bercaya.
"Jalan Arian..." Terdengar Marissa berbisik.
Akupun memberanikan diri mulai melangkah mengikuti model yang berjalan di depan, sesaat aku berpapasan dengan Henry yang sepersekian detik melirikku.
Aku tidak tahu apa yang terjadi, semua terjadi begitu saja sesaat aku sudah duduk di depan cermin sedang di-make up, beberapa saat lagi aku sudah berada di catwalk sudah memakai celana selutut berwarna putih dan atasan rompi batik, sesaat kemudian aku sudah kembali berada di back stage, lari-lari dan berganti pakaian secepat mungkin, aku bahkan tidak terlalu peduli aku bergabnti pakaian di depan orang banyak, merekapun kelihatannya sibuk.
Aku keluar dari gedung masih dalam keadaan bingung, dan tak percaya kalau aku baru saja berjalan diatas catwalk untuk fashion show, aku kemudian melihat beberapa model sedang merokok diluar.
"Kamu berhasil..." Teriak Marissa mengejutkanku sekaligus membuat aku sadar kalau aku sedang tidak bermimpi, dia memelukku dan menciumi sepertinya sangat bahagia.
"You look great bro..." Henry tiba-tiba memeluk leherku.
"Kenapa kamu tidak nyoba jadi model, nanti aku kenalin sama managerku..." Ucap Marissa.
"No thank you, sudah cukup..." Jawabku keluar begitu saja dari mulutku.
"Tenanglah Mar, dia sedikit demam panggung, he need a break..." Tambah Henry. "By the way yang lain ngajakin kita ke Sober..."
"Sorry Henry, aku tidak bisa..." Aku memperlihatkan jam tangan Zenith yang dikasihnya yang menunjukan jam 2 pagi. "Aku masuk pagi besok..."
"Kamu yakin...?" Tanya Henry meyakinkan.
Aku hanya mengangguk lelah. Sementara Henry dan Marissa berpandangan.
"Baiklah, aku akan mengantarku pulang..."
"Gak usah lah Henry, masih banyak angkot ko..." Aku berusaha basa basi, padahal aku sih gak keberatan kalau dia mengantarkan aku pulang.
"Gak lah, aku nggak mungkin ngebiarin kamu pulang sendiri..." Jawab Henry, sementara tangan kanannya memeluk leherku tangan kirinya menarik tangan Marissa.
"Oh ya Arian, aku punya sesuatu buat kamu..." Marissa menyerahkan sebuah paper bag yang isinya ternyata baju-baju rancangan Iyan. "Sebagai tanda terima kasih karena kamu membantu Iyan menyukseskan acaranya..." Lanjut Marissa sengaja diabuat berlebihan.
"Owh, jadi selama ini kalian cuma dibayar oleh ginian...?' Sindirku.
"Begitulah kalau jadi model..." Jawabnya. "Kalaupun dibayar, nggak teralu banyak, belum lagi dipotong pajak dan 20 persennya untuk agency.."
"But it still fun Arian..." Tambah Marissa. "Kamu tertarik..."
"Entahlah, biar aku pikirkan..." Jawabku, Henry dan Marissa kembali berpandangan dan keduanya berusaha menahan tawa.
Komentar
Posting Komentar